Mungkin tidak untuk
menggurui atau sekedar memamerkan diri tentang apa yang harusnya terjadi, bahwa
cinta memang tidak pernah membatasi siapa pun untuk memiliki.
Dalam beberapa hari
ini setiap pagi aku selalu keluar pesantren membeli konsumsi salah satu
pengajar materi pembelajaran, seperti biasanya, tidak ada hal yang berarti. Lari
pagi – membeli – lalu kembali. Dengan jaket hitam yang tetap setia menemani.
Hanya saja untuk hari
ini, aku harus melihat dua ekor kambing berusaha menyeberangi jalan, jantan dan
betina. Ketika berada ditengah jalan, mobil pick-up membawa tumpukan bal tembakau lewat dengan kecepatan
tinggi, berusaha menghindar dengan tidak lagi melewati jalur kiri, mengambil
jalan orang lain, biar melanggar asal tidak mencederai.
Sialnya tidak hanya
satu mobil yang mencoba melintasi, mobil yang kedua mencoba mengikuti, kambing
yang pelan berlari harus tertabrak oleh bagian kiri lampu mobil. PYARR, kaca
lampu pecah berhamburan terkena tanduk panjang si jantan, si betina yang sudah
terkadung pergi harus kembali menjemput ’kawan’ mencoba memberi perhatian. Roda
mobil menginjak tali, si jantan tak dapat berjalan sempurna karena pincang
dikaki. Aku menarik tali, menyuruh pengemudi untuk bergeser sedikit maju.
Aku dimarahi: “mangkana mun ngowan embi’en tale’e ma’ ta’
ajhelen ka tenga jhelen” aku menimpali “ta’
langkong kawle coma kun ngampong lebet ta’ oning.”
Kini aku mengerti,
bahwa memberi perhatian tidak untuk memamerkan diri, hanya berusaha memberi
tahu kalua kita peduli, terlebih pada pasangan yang sangat dicintai. Dan kambing
telah mengajarkanku hari ini, di pagi saat aku merindu sang kekasih pujaan
hati, Ris!
No comments:
Post a Comment