Friday, October 18, 2019

Wawasan Kepesantrenan


1.      Definisi Pondok Pesantren
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan, sekaligus pusat penyebaran agama. Dalam sejarah mencatatkan, bahwa pesantren yang berkembang di Indonesia ini merupakan kerangka sistem pendidikan Islam pertama di daerah Jawa dan Madura. Pada awalnya sistem pendidikan Islam ini dikembangkan oleh Walisongo yang memiliki misi dakwah untuk menyebarkan Islam di bumi nusantara ini.
Kata pondok pesantren merupakan pengabungan dari dua kata pondok dan pesantren. ”Pondok” dalam kamus bahasa Indonesia berarti tempat penginapan, tempat untuk tinggal (sementara) dan bahkan bisa diartikan sebagai asrama. Sedangkan kata ”pesantren” berasal dan kata santri dengan awalan pe- dan akhiran -an, yang berarti tempat para santri untuk mengaji.

Gambar Ilustrasi. (PP. MUBA)

2.      Ciri-ciri pendidikan pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik dan sulit didefinisikan secara sempurna, akan tetapi bisa diidentifikasi ciri-ciri pendidikan pesantren. Ciri-ciri tersebut antara lain:
a.       Adanya hubungan yang akrab antara santri dengan kyainya. Kyai sangat memperhatikan santrinya.
b.      Kepatuhan santri kepada kyai. Para santri menganggap bahwa menentang kyai, selain tidak sopan juga dilarang agama.

c.       Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dalam lingkungan pesantren.
d.      Kemandirian amat terasa di pesantren. Para santri mencuci pakaian sendiri, membersihkan kamar tidurnya sendiri dan memasak sendiri
e.       Jiwa tolong-menolong dan suasana persaudaraan sangat mewarnai pergaulan di pesantren.
f.       Disiplin sangat dianjurkan untuk menjaga kedisiplinan ini pesantren biasanya memberikan sanksi-sanksi edukatif.
g.      Kehidupan dangan tingkat religius yang tinggi, berani menderita untuk mencapai tujuan.
Ciri-ciri di atas biasanya masih dipertahankan oleh pesantren-pesantren salaf, karena hal itu merupakan ciri khas dari sebuah pesantren yang sangat menjunjung tinggi kekeluargaan dan keihklasan akan tetapi tetap dalam koridor etika-etika pesantren. Sedangkan dalam pesantren modern ciri khas diatas mulai sudah terkikis sedikit demi sedikit.

3.      Tujuan pendidikan pesantren
Tujuan pendidikan pondok pesantren pada mulanya tidak dirumuskan secara jelas. Hal ini karena dapat dimaklumi, bahwa pondok pesantren sejak awal berdirinya tidak membutuhkan legalitas secara formal. Dalam bentuk yang sangat sederhana tujuan itu dapat dirumuskan secara garis besar bahwa pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang berorientasi untuk mendidik para santrinya agar tafaqqauh fiddin (memegang teguh ajaran Islam). Di sisi lain, tujuan pendidikan pondok pesantren secara spesifik adalah disesuaikan dan diselaraskan dengan penguasaan para pemegang pondok pesantren tersebut dalam suatu konsentrasi ilmu tertentu. Dengan demikian akan muncul pondok pesantren yang lebih menfokuskan kepada satu konsentrasi ilmu saja, seperti ilmu Al-Qur’an (menghafalkan Al-Qur’an), maka pesantrennya terkenal dengan sebutan pesantren Al-Qur’an. Tetapi secara garis besar tujuan pendidikan pondok pesantren dapat dibagi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan tersebut dapat kita asumsikan sebagai berikut:
Tujuan Umum; Membentuk mubaligh-mubaligh Indonesia berjiwa Islam yang Pancasilais yang bertakwa, yang mampu baik rohaniyah maupun jasmaniah mengamalkan ajaran agama Islam bagi kepentingan kebahagiaan hidup diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa sertanegara Indonesia.
Tujuan Khusus; 1) Membina suasana hidup keagamaan dalam pondok pesantren sebaik mungkin, sehingga berkesan pada jiwa anak didiknya (santri). 2) Memberikan pengertian keagamaan melalui pengajaran ilmu agama Islam. 3) Mengembangkan sikap beragama melalui praktek-praktek ibadah. 4) Mewujudkan ukhuwah islamiyah dalam Pondok Pesantren dan sekitarnya. 5) Memberikan pendidikan keterampilan, civic dan kesehatan, olah raga kepada anak didik. 6) Mengusahakan terwujudnya segala fasilitas dalam Pondok Pesantren.

4.      Pola metode pendidikan pesantren
Menurut penemuan Soedjoko Prasodjo, dalam buku “Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan Pesantren”, pondok pesantren mempunyai lima pola, dari yang sederhana sampai yang paling maju. Lima pola tersebut ialah:
a.       Pesantren yang terdiri atas masjid dan rumah kyai.
b.      Pesantren yang terdiri atas masjid, rumah kyai, pondok tempat tinggal santri.
c.       Pesantren yang terdiri atas masjid, rumah kyai, pondok tempat tinggal santri dan madrasah
d.      Pesantren yang terdiri atas masjid, rumah kyai, pondok tempat tinggal santri, madrasah dan tempat tinggal latihan keterampilan
e.       Pesantren yang terdiri atas masjid, rumah kyai, pondok tempat tinggal santri, madrasah, tempat tinggal latihan keterampilan, sekolah agama atau umum, dan perguruan tinggi agama atau umum.
Jadi semua pesantren secara umum memiliki bangunan fisik yang terdiri dari masjid, asrama santri, pengajian kitab klasik dan rumah kyai. Elemen-elemen ini menjadi ciri khas setiap pesantren sekaligus bisa dinilai seperti apakah pola pesantren yang dikembangkan oleh lembaga pendidikan tersebut.

5.      Fungsi pendidikan di pesantren
Karakter bangsa yang kuat bisa diperoleh dari sistem pendidikan yang baik, dan tidak hanya mementingkan faktor kecerdasan intelektual semata, melainkan juga pendidikan yang dilandasi dengan keimanan dan ketakwaan serta menghasilkan output yang tidak sekadar mampu bersaing di dunia kerja, namun juga mampu menghasilkan karya yang berguna bagi masyarakat, agama, bangsa dan negara. Untuk mewujudkan hal itu, maka diperlukan pendidikan yang mencakup dua unsur utama, yaitu keunggulan akademik dan keunggulan nonakademik (termasuk keunggulan spiritual).
Upaya pembentukan karakter bangsa kepada generasi muda, yang mencakup kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, dapat melalui lembaga pendidikan atau sekolah berbasis pesantren. Ini bertujuan untuk mencetak peserta didik yang paham keilmuan umum sekaligus keilmuan keagamaan atau peserta didik yang berpengetahuan umum serta mempunyai kepribadian religius, sederhana, dan mandiri.

6.      Tipologi pesantren
Secara keseluruhan atau secara garis besar, lembaga pesantren dapat dikatagorikan ke dalam dua bentuk besar, yaitu:
a.    Pondok pesantren salafiyah
Salaf artinya “lama”, “dahulu”, atau “tradisional”. Pondok pesantren salafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan tradisional, sebagaimana berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam dilakkan secara individual atau kelompok dengan konsentrasi pada kita-kitab klasik, berbahasa Arab. Penjenjangan tidak didasarkan pada satuan waktu, tetapi berdasarkan tamatnya kitab yang dipelajari. Dengan selesainya satu kitab tertentu, santri dapat naik jenjang dengan mempelajari kitab yang kesukarannya lebih tinggi. Demikian seterusnya. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip pendidikan modern yang dikenal sistem belajar tuntas. Dengan cara ini, santri dapat lebih intensif mempelajari suatu cabang ilmu.
Pengertian pesantren Salafi yang lebih simpel adalah pesantren yang tetap mempertahankan sistem (materi pengajaran) yang sumbernya kitab-kitab klasik Islam atau kitab kuning dengan huruf Arab gundul (tanpa baris apapun). Sistem sorogan (individual) menjadi sendi utama yang diterapkan. Pengetahuan non agama tidak diajarkan.
b.    Pola pendidikan pesantren kholaf (‘Ashriyah)
Kholaf artinya “kemudian” atau “belakang”, sedangkan ashri artinya “sekarang” atau “modern”. Pondok pesantren khalafiyah adalah pondokpesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan pendekatan modern, melalui sutuan pendidikan formal, baik madrasah (SD,MTs, MA atau MAK), maupun sekolah (SD, SMP, SMU dan SMK), atau nama lainnya, tetapi dengan pendekatan klasikal. Pembelajaran pada pondok pesantren modern dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan, dengan satuan program didasarkan pada satuan waktu, seperti catur wulan, semester, tahun/kelas, dan seterusnya. Pada pondok pesantren khalafiyah, “pondok” lebih banyak berfungsi sebagai asrama yang memberikan lindkungan kondusif untuk pendidikan agama.
Pesantren dalam arti sebagai lembaga pendidikan non formal yang hanya mempelajari ilmu-ilmu agama yang bersumber pada kitab-kitab  kuning atau kitab-kitab klasik, maka materi kurikulumnya mencakup ilmu tauhid, tafsir, ilmu tafsir, Hadits, ilmu hadits, ilmu fiqh, ushul fiqh, ilmu tasawuf, ilmu akhlak, bahasa arab yang mencakup nahwu, sharaf, balaghah, badi’, bayan, mantiq, dan tajwid.
Penggunaan besar kecilnya kitab kuning disesuaikan dengan tingkat kemampuan pemahaman santri. Biasanya bagi santri yang baru masuk pesantren masih tingkat awal, maka kitab yang dipergunakan adalah kitab kecil yang bahasa dan bahasannya lebih mudah dan selanjutnya diteruskan dengan kitab-kitab lebih besar dan lebih sukar.
Namun dalam aplikasinya, kemudian banyak masyarakat yang kurang setuju dengan adanya pesantren modern dikarenakan –kesannya—pesantren modern tidak begitu mencerminkan kondisi pesantren yang secara turun temurun, pesantren adalah kitab kuning. Namun jika masih setia dengan pesantren salaf dianggap kurang mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat. Akhirnya terptalah perpaduan antara pesantren tradisional dengan pesantren modern dengan mengkombinasikan keduanya dan dikenal dengan tipe pesantren kombinasi modern dan tradisional.

7.      Materi pembelajaran pesantren
Pandangan masyarakat selama ini yang menilai bahwa belajar di pesantren itu terkesan kumuh, terlalu tradisonal, terkesan kurang maju serta hidup di bangunan reot itu terasa pudar. Sebab, pesantren sekarang, terutama pesantren-pesantren modern sudah mampu menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung untuk belajar. Hal ini bertujuan agar output (alumni) yang dihasilkan dari pesantren modern, dapat mengaplikasikan keilmuannya yang didapat selama di pesantren, serta tepat sasaran.
Pesantren modern tidak hanya mengajarkan tentang ilmu akhirat saja. Akan tetapi, juga mengajarkan ilmu umum. Keduanya disinergikan menjadi sebuah sistem perpaduan. Hasilnya, dirasa sangat tepat untuk dikembangkan. Sebab, ilmu agama inilah yang sebenarnya akan memberi warna pola pikir seorang intelektual muslim. Ilmu yang berbasis dan berwawasan umum tanpa dilandasi dengan ilmu agama itu bagaikan laut yang luas tanpa air. Jadi tidak ada manfaatnya. Sedangkan jikalau menitikberatkan hanya mempelajari ilmu dunia saja, terbatas pada dunia saja yang akan didapatkan. Konskuensinya, akan sengsara di akhirat.

8.      Prinsip pendidikan pesantren
Dalam sistem pendidikan pesantren, kyai memiliki peran yang paling esensial dalam pendirian, pertumbuhan, perkembangan, dan pengurusan sebuah pesantren. Oleh sebab itu menurut Hasbullah, keberhasilan pesantren banyak bergantung kepada keahlian dan kedalaman ilmu, kharisma dan wibawa, serta keterampilan kyai. Dalam mkonteks ini pribadi kyai sangat menentukan sebab dia adalah tokoh sentral dalam pesantren.
Dengan demikian, dalam tradisi pesantren pada umumnya, secara kelembagaan pesantren adalah milik kyai. Kyai dan atau keluarga kyai menjadi pemilik tunggal dari seluruh aset yang dimiliki oleh pesantrennya. Karena ia adalah hak milik, maka ketika kyai itu wafat ia akan diturunkan kepada ahli warisnya. Dalam hal ini pesantren tidak
ubahnya seperti kerajaan kecil dari sebuah dinasti yang diwariskan kepada generasi berikutnya secara turun temurun.
Fungsinya adalah pesantren menyelenggarakan proses pembelajaran kitab yang dikenal dengan kitab-kuning (kitab-kitab agama Islam klasik). Dalam penggunaan kitab kuning di pesantren tidak ada ketentuan yang harus mewajibkan kitab-kitab tertentu, biasanya hal ini disesuaikan dengan sistem pendidikan yangm digunakan, ada yang hanya mmenggunakan sistem pengajian, tanpa sistem madrasah, ada yang sudah menggunakan sistem madrasah klasikal. Ada pula pesantren yang menggabungkan sistem pengajian dan sistem madrasah secara non klasikal.

9.      Manajemen strategi pendidikan pesantren
Dalam perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, pesantren merupakan model lembaga pendidikan yang bersifat tradisional karena didirikan oleh para ulama yang berpahan dan berorientasi kepada ilmu-ilmu agama saja (al-'ulum al-diniyyah). Dampaknya, dalam pelaksanaannya, banyak pesantren yang apriori (bahkan ada yang mengharamkan) mempelajari ilmu-ilmu umum (al-Uluma-Kauniyah). Di kalangan para santri masih banyak yang beranggapan bahwa ilmu-ilmu seperti itu adalah produk barat yang notabenenya kafir, dan jika mempelajarinya berarti sama kafirnya dengan mereka.
Dalam perkembangannya tidak sedikit pesantren yang melakukan pembaharuan dengan mengintegrasikan kurikulum intra (menyangkut bidang studi) dan kurikulum ekstra yang meliputi: ibadah amaliyah (wajib, sunah), pembinaan bahasa asing, praktek dakwah dan
keguruan atau mengajar, latihan kepemimpinan dan berorganisasi, kewirausahaan, dan pengembangan minat dan bakat. Semua kegiatan tersebut merupakan tanggung jawab lembaga pengasuhan santri.


No comments:

Post a Comment