Nak! Ingatkah
dahulu kala kecilmu tentang lagu nan syahdu mengiringi lahirmu. “Berikan
akoe sepoeloeh pemoeda, akan koe goncangkan doenia!” yang didengungkan
bersahutan dengan adzan dari orang tuamu.
Nak! Lahirmu dibumi
yang tidak dapat dipilah antara serpihan tanah dan rerontokan daging yang
terkoyak berserakan, saat Negeri ini mencari jati dirinya. Tangis pertamamu
layaknya auman sejarah untuk membangun tanah airmu. Rumahmu yang tersusun dari
bambu-bambu runcing sempat berderit kencang karena tidak mampu menahan hentak
kaki mungilmu.
Nak! Sadarkah dirimu.
Air pertama yang dipakai untuk memandikanmu adalah darah juang moyangmu. Darah
itu dahulunya diperas bersama deras keringat pantang menyerah menjauhkan Negeri
ini dari pijakan para penjajah. Engkau dipeluk eratIbu Pertiwi untuk meneruskan
pejalanan Negeri menuju kejayaan yang dijanjikan Ilahi.
Nak! Bukankah
kini engkau telah dewasa. Ibu Pertiwimu kini tidak sesehat dulu. Rumah
satu-satunya yang ia miliki telah sesak dijejali orang-orang yang entah dari
mana asalnya. Wajah-wajah mereka juga tidak seperti wajah yang telah dikenal.
Katanya dari antah berantah. Sapaan pagi mereka tidak mudah dimengerti antara
kemesraan atau ujar cacian yang dilemahlembutkan mencari kelengahan.
Bambu-bambu runcing itu kini dindingnya dipenuhi rayap yang tersambutkan
kehangatan. Entah siapa.
Nak! Ibu Pertiwimu
kini sudah mulai rabun termakan usia. Ia tidak lagi mampu melihat jelas dimana
jejak kaki para pejuang tertinggal. Halaman rumah yag dulunya luas membentang
dari Sabang sampai Merauke kini perlahan menyusut, kecil, sempit. Ada
tangan-tangan jahil yang mengeruknya untuk ditukar uang entah kemana larinya tiada diketahui.
Nak! Kini engkau
sudah dewasa. Bantulah Ibu Pertiwimu ini untuk mengenali dirinya diantara
kepikunan mencari jati diri yang perlahan memudar. Banyak pula yang mulai bosan
mengenalnya. Bantulah ia untuk menyadari jika tanah air yang ia miliki adalah
kolam susu yang menunggu diteguk layaknya seruputan nikmat kopi hangat pagi hari
musim penghujan. Nak! Bangunlah! Mimpi Ibu Pertiwimu menunggu kau wujudkan. Sudah
saatnya engkau mengguncang dunia. Jangan sampai ia dibuai lelap.
No comments:
Post a Comment