Pendahuluan
Dalam menjalani kehidupannya manusia dituntut untuk memiliki pedoman
pengetahuan sebagai pegangan dalam mengarungi kewajibannya sebagai khalifah di
muka bumi. Sumber terbesar yang bisa dijadikan pilar pengetahuan tersebut harus
bersumber dari al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber yang sangat otentik bagi umat
islam.[1]
Dilihat dari wujud ajaran islam itu sendiri, nabi Muhammad SAW
merupakan contoh sentral yang sangat dibutuhkan. Bukan hanya sebagai pembawa
risalah ilahiyah, lebih dari itu beliau sangat dibutuhkan ditengah-tengah umat
manusia sebagai tokoh yang dipercaya oleh Allah SWT untuk menjelaskan, merinci,
menetapkan, dan memberi contoh dalam pelaksanaan ajaran tersebut.[2]
Hadis menempati kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu
bentuk sumber ajaran islam yang telah disepakati seluruh umat islam tanpa
terkecuali setelah al-Qur’an.[3]
Keharusan mengikuti hadis sama wajibnya dengan keharusan mengikuti al-qur’an,
dikarenakan jika tanpa memahami dan menguasai hadis maka tidak mungkin akan
bisa juga memahami al-qur’an.
Pengertian
Hadis
Hadis menurut bahasa adalah (الجديد) yang berarti
baru.[4]
Ada pula yang menyebutkan dengan (أثر) yang
berarti sisa dari sesuatu.[5]
Selain itu, hadis dapat diartikan sebagai (الخبر) yang berarti berita,
dapat dilihat pada surat al-Kahfi ayat 6; surat At-Thur ayat 34, dan Ad-Dluha
ayat 11.[6] Sedangkan
secara istilah ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, sifat dan keadaannya.[7]
Pendefinisian istilah hadis sering
dipertukarkan dengan istilah Sunnah. Sebagian ulama hadis menganggap kedua
istilah tersebut adalah mutaradif atau sinonim, sementara sebagian
lainnya ada yang membedakannya.[8]
Diantara para ulama yang membedakan antara sunnah dan hadis; sunnah dipahami
sebagai tradisi faktual yang berlaku di tengah-tengah masyarakat muslim, dan
hadis adalah keterangan-keterangan yang yang disampaikan secara lisan oleh Nabi
Muhammad SAW menyangkut masalah sesuatu yang berkaitan dengan duniawi dan
agama.[9]
Kedudukan dan Fungsi Hadis
Hadis adalah sumber kedua dari
sumber-sumber hukum agama Islam, dan kedudukannya secara hirarki berada setelah
al-qur’an, dan wajib diikuti sebagaimana wajibnya mengikuti al-Qur’an.[10]
Hal ini dapat kita lihat dalam surat an-Nahl ayat 64, dimana Allah SWT
memberikan mandat kepada nabi Muhammad SAW untuk memberikan penjelasan terhadap
nash-nash al-Qur’an. Pun memberikan wewenang kepada Nabi Muhammad SAW untuk
menjadikan kepatuhan setiap individu kepada putusan Nabi Muhammad SAW sebagai
tolak ukur keimanan.[11]
Dalam beberapa nash lain juga membuktikan
secara qath’i bahwa apa yang telah disyariatkan oleh Allah melalui
rasulnya hukumnya wajib untuk ditaati, dan bahwa hadis sebagai sumber syariat
terhadap para hamba. Semisal dalam surat al-Hasyr ayat 7; surat an-Nisa’ ayat
59, 65 dan 80; surat an-Nur ayat 63, dan surat al-Ahzab ayat 36.[12]
Hadis dan al-Qur’an berkombinasi sebagai
pedoman hidup dan sumber ajaran agama Islam, hubungan antar keduanya tidak
mungkin dapat dipisahkan, karena keduanya merupakan suatu kesatuan. Hadis
berfungsi sebagai (البيان) yang berarti untuk
menjelaskan makna dari ayat al-qur’an yang masih bersifat global.[13]
Baik nantinya sebagai bayan al-ta’kid (berfungsi memperkuat atau
memperkokoh pernyataan dari al-Qur’an), ataupun bayan al-tafsir (memberikan
penjelasan tafsiran secara rinci terhadap ayat al-Qur’an yang masih bersifat
global).[14]
Struktur Hadis: Matan, Sanad dan Rawi
1. Pengertian
Matan
Secara bahasa, matan berarti punggung jalan (muka jalan), tanah yang
keras dan tinggi.[15]
Adapun secara istilah adalah matan adalah lafal-lafal hadis yang yang dengan
lafal-lafal itu makna hadis dapat berdiri tegak.[16]
Dalam pengertian yang sederhana, matan hadis berarti isi hadis yang disebut
sesudah sanad hadis.
2. Pengertian
Sanad
Secara bahasa sanad berarti sandaran yang kita bersandar padanya.[17]
Sedangkan secara istilah, sanad berarti jalan matan artinya rangkaian para
perawi yang menghubungkan matan hadis dari sumbernya yang pertama.[18]
3. Pengertian
Rawi (Mukharrij)
Rawi berasal dari asal kata riwayat yang berarti khabar, kisah,
berita, dan keterangan.[19]
Yang dalam ilmu hadis diartikan sebagai orang yang memindahkan hadis dari
seorang guru kepada orang lain.[20]
Pemindah hadis disebut Rawi (perawi), Rawi pertama ialah sahabat dan
rawi terakhir ialah orang yang mendewankannya, atau disebut juga dengan mukharrij
(mengeluarkan sesuatu dari tempatnya).[21]
‘Ulumul Hadis Riwayah dan Dirayah
1. Hadis
Riwayah
Ilmu hadis riwayah adalah ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan
nabi Muhammad SAW. periwayatannya, pencatatannya dan penelitian lafal-lafalnya.[22]
Tema ilmu hadis riwayah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada
Nabi Muhammad SAW., sahabat, atau tabiin. Itulah sebabnya pembahasan ilmu ini
berkisar tentang periwayatan, pencatatan, dan pengkajian sanad-sanadnya, serta
menguji status setiap hadis apakah sahih, hasan, atau dha’if, disamping
membahas pula pengertian hadis dan faedah-faedah yang dapat dipetik darinya.
2. Hadis
Dirayah
Ilmu hadis dirayah adalah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang
dengannya yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan.[23]
Ilmu ini disebut pula dengan Mustholahul Hadis, ‘Ulumul Hadis, dan
Ilmul Hadis. Dalam definisi ini bisa juga mencakup ilmu-ilmu yang lain
seperti ilmu fikih, ushul fiqh, dan tafsir.[24]
[1] Syaikh manna’
al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar),
2004, 19
[2] Kamaruddin, Kamaruddin. "URGENSI ULUM Al-HADIS DALAM
MEMAHAMI Al-QUR’AN DAN STATUS HADIS." HUNAFA: Jurnal Studia
Islamika 2.1 (2005): 39-50.
[3] Saparullah, Ary. "Urgensi Kedudukan
Hadist Terhadap Al-Qur’an: Bayan Al-Ta’kid, Bayan Al-Tafsir, dan Bayan
Al-Tasyri." Jurnal Tana Mana 2.1 (2021): 57-64.
[4] Syaikh manna’
al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis.... 22
[5] Ibid, 25
[6] Kamaruddin, Kamaruddin. "URGENSI
ULUM Al-HADIS DALAM MEMAHAMI Al-QUR’AN DAN STATUS HADIS." ...... 39-50.
[7] Zikri Darussamin,
Kuliah Ilmu Hadis I, (Yogyakarta: Kalimedia), 2020, 23
[8] Andariati, Leni. "Hadis dan Sejarah
Perkembangannya." Diroyah: Jurnal Studi Ilmu Hadis 4.2
(2020): 153-166.
[9] Zikri
Darussamin, Kuliah Ilmu Hadis I ....., 39
[10] Tasbih, Tasbih. "KEDUDUKAN DAN
FUNGSI KAIDAH-KAIDAH TAFSIR." Farabi 10.2 (2013):
107-118.
[11] Turmudi, Moh. "AL SUNNAH; Telaah
Segi Kedudukan Dan Fungsinya Sebagai Sumber Hukum." Tribakti:
Jurnal Pemikiran Keislaman 27.1 (2016): 1-12.
[12] Syaikh manna’
al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis.... 31-32
[13] Saparullah, Ary. "Urgensi Kedudukan
Hadist Terhadap Al-Qur’an: Bayan Al-Ta’kid, Bayan Al-Tafsir, dan Bayan
Al-Tasyri." ..... 57-64.
[14] Ibid.
[15] Ash-Shiddieqy.
Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. (jakarta: Bulan bintang). 1974. 192
[16] Al-Khatib. Usul
al-Hadis Ulumuha Mustolahuhu. (Beirut: Dar El-Fikr). 1989. 32
[17] Ash-Shiddieqy.
Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. ...... 192
[18] Al-Khatib. Usul
al-Hadis Ulumuha Mustolahuhu..... 32
[19] Ahmad Warson Munawwir. Al-Munawwir. (Yogyakarta: t.p.), 1984. 590
[20] Ash-Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. ...... 193
[21] Ibid. 194
[22] Mujiyo. Ulumul
Hadis, terj. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya). 2016. 19
[23] Ibid. 21
[24] Ibid.
No comments:
Post a Comment