Pendahuluan
Berita Islam di Indonesia telah diterima sejak Marcopolo yang
notabene orang Venesia, Italia, singgah di kota Perlak (Peureulak)[1]
dan memberitahukan sebagian besar penduduknya telah beragama Islam.[2]
Sampai saat ini belum ditemukan bukti tertulis tentang kapan tepatnya Islam
masuk ke Indonesia, namun banyak teori yang telah memperkirakannya. Dari sekian
perkiraan, kebanyakan menetapkan bahwa kontak Indonesia dengan Islam sudah
terjadi sejak abad 7 M.
Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan telah berhasil
mendapatkan prioritas utama masyarakat muslim Indonesia, disamping karena
besarnya arti pendidikan, kepentingan Islami juga mendorong umt Islam untuk
melaksanakan pengajaran Islam kendatipun dalam sistem yang masih sangat
sederhana, di mana pengajaran diberikan dengan sistem halaqah yang dilakukan di
tempat-tempat ibadah semacam masjid, mushalla, bahkan juga di rumah-rumah
ulama.[3]
Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong masyarakat Islam di Indonesia untuk mengadopsi dan mentransfer lembaga keagamaan dan sosial yang sudah ada ke dalam lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Di jawa umat Islam mentransfer lembaga keagamaan Hindu-Budha menjadi pesantren, umat Islam Minangkabau mengambil alih surau sebagai peninggalan adat masyarakat setempat menjadi lembaga pengajaran Islam, dan demikian pula masyarakat Aceh dengan mentransfer lembaga masyarakat meunasah sebagai lembaga pendidikan Islam.[4]
Dalam sejarahnya kemudian, pendidikan Islam di Indonesia banyak
diimplementasikan dalam bentuk pesantren, pesantren memiliki peranan yang
sangat penting. Perkembangan dunia pendidikan Islam saat ini tidak dapat
dipisahkan dengan dinamika perkembangan dunia pesantren dari awal sejarahnya
hingga era modern saat ini. Di zaman kolonial, pesantren merupakan lembaga
pendidikan yang mempunyai jasa besar bagi umat Islam.
Dari latar belakang di atas, tulisan ini menyorot sudut peran dan
sekaligus pula bagaimana tantangan pendidikan Islam maupun kelembagaannya pada
masa penjajahan kolonial yang telah membawa perubahan besar bagi pendidikan
yang ada, khususnya di Indonesia.
Kondisi Pendidikan Pada Masa Kolonial
Awal mula bangsa Belanda datang ke Nusantara hanya untuk tujuan
berdagang, tetapi karena kekayaan alam Nusantara yang sangat banyak maka tujuan
utama tadi berubah menjadi untuk menguasai wilayah Nusantara disertai
menanamkan pengaruh di Nusantara sekaligus dengan mengembangkan pahamnya yang
terkenal dengan 3G, yaitu Glory (kemenangan dan kekuasaan), Gold (emas atau
kekayaan bangsa Indonesia), dan Gospel (upaya salibisasi terhadap umat Islam).[5]
Dalam menyebarkan misi-misinya, Belanda mendirikan sekolah-sekolah
kristen. Sekolah sekolah ini pada perkembangannya dibuka secara luas untuk
rakyat umum dengan biaya yang murah. Melalui sekolah-sekolah inilah kemudian Belanda
menanamkan pengaruhnya di daerah-daerah jajahannya.[6]
Pada masa ini, regulasi tentang pembelajaran agama terutama pendidikan Islam
diatur secara ketat, misionarisme mereka untuk melancarkan paham sekuler dan
agama Kristen ke seluruh penjuru tanah air.[7]
Dengan terbukanya kesempatan yang luas bagi masyarakat umum untuk
memasuki sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh Belanda, maka kalangan Islam
mendapat tantangan dan saingan yang sangat berat, terutama karena
sekolah-sekolah pemerintahan Belanda dilaksanakan secara modern.[8] Orang-orang
pribumi yang belajar di sekolah-sekolah Belanda menjadi mengenal sistem kelas,
pemakaian meja dan bangku, metode belajar mengajar modern, dan juga ilmu
pengetahuan. Selain itu mereka juga mengenal surat kabar atau majalah yang
sangat bermanfaat untuk mengikuti perkembangan zaman.[9]
Salah satu bentuk usaha lembaga pendidikan Islam dalam rangka
menyaingi sekolah kolonial adalah dengan memasukkan beberapa item sekolah
kolonial ke dalam pesantren, seperti pembelajaran model halaqah atau
non-klasikal di pesantren[10]
yang akhirnya ditambah dengan model unit-unit kelas dengan sarana dan prasarana
seperti bangku dan meja ruangan, materi ajar, dan metode pembelajaran.[11]
Namun menurut Maksum (1999) ini hanyalah usaha sebagai salah satu cara memantik
minat masyarakat untuk tetap belajar di pesantren, karena waktu itu masayarakat
sudah mulai terpengaruh cara pandang sekuler pemerintah kolonial mengenai
pendidikan Islam.[12]
Kondisi Pendidikan Islam pada Masa Kolonial
Pada masa kolonial Belanda pendidikan Islam disebut juga dengan
bumiputera, karena yang memasuki pendidikan Islam seluruhnya adalah orang
pribumi. Dan pemerintah kolonial Belanda telah melakukan berbagai cara untuk
menekan dan mendiskreditkan pendidikan yang dikelola oleh pribumi, tidak
terkecuali dalam hal ini adalah pesantren. Sikap yang demikian dilakukan Belanda
tidak semata-mata untuk menghambat jalannya proses pendidikan dalam pesantren,
tetapi ada alasan-alasan lain yang tampaknya mendasari mengapa pemerintah Belanda
bersikap demikian. Sebab pada zaman penjajah tersebut di kalangan pemerintah Belanda
timbul dua alternatif untuk memberikan pendidikan pada bangsa Indonesia, antara
membrikan lembaga pendidikan berdasarkan pendidikan tradisional yang dalam hal
ini adalah pesantren, atau mendirikan lembaga pendidikan dengan sistem yang
berlaku di Barat pada saat itu.[13]
Hanya saja, menurut Selo Sumardjan yang dikutip oleh Hasbullah
(1999), kedua sistem pendidikan itu memiliki perbedaan yang cukup mencolok, dan
bahkan bisa dikatakan kontradiktif, diantaranya adalah:
a.
Pendidikan
yang diselenggarakan oleh Belanda bersifat netral.
b.
Pendidikan
pesantren tidak terlalu memikirkan bagaimana cara hidup harmonis di dunia,
tetapi menekankan kepada bagaimana memperoleh penghidupan.
c.
Sekolah-sekolah
yang dikelola Belanda diselenggarakan berdasarkan perbedaan kelompok etnis
dalam masyarakat, dan untuk mempertahankan perbedaan derajat dalam masyarakat
Indonesia.
d.
Sebagian
besar sekolah Belanda diarahkan pada pembentukan kelompok masyarakat elit yang
bisa dipergunakan untuk mempertahankan supremasi politik dan ekonomi Belanda di
negeri jajahannya. Dengan demikian sekolah-sekolah ini benar-benar mencerminkan
kebijakan pemerintahan Belanda.[14]
Hal ini kemudian menumbuhkan suatu kesadaran mendalam yang tertanam
di benak para masyarakat pesantren bahwa pemerintah Belanda merupakan
pemerintahan kafir yang menjajah agama dan bangsa. Pesantren yang merupakan
pusat pendidikan Islam saat itu mengambil sikap anti Belanda. Sampai uang yang
diterima seseorang sebagai gaji dari pemerintah Belanda dinilai sebagai uang
haram. Celana dan dasi pun dianggap haram karena dinilai sebagai pakaian
identitas Belanda.[15]
Sikap konfrontasi kaum santri dengan pemerintah kolonial ini terlihat pula pada
letak tempat pesantren pada waktu itu, yang pada umumnya tidak terletak di
tengah kota atau desa, tapi di pinggiran atau bahkan di luar keduanya.[16]
Lembaga
Pendidikan Islam Indonesia
1.
Pesantren
Dari dahulu hingga kini pesantren tidak lagi asing di telinga kita.
Pesantren yang dipimpin oleh seorang kyai dengan jumlah murid tidak menentu
tergantung dari pesantren itu sendiri. Untuk melihat seberapa besar minat
kepada pesantren tersebut adalah dilihat dari banyaknya jumlah murid yang
belajar di pesantren tersebut.
Pesantren di Indonesia merupakan bagian dari sejarah pertumbuhan
dan perkembangan masayarakat di Indonesia.[17]
Sehingga Nurcholis Madjid (1997) menyebutkan bahwa lembaga pesantren adalah
lembaga pendidikan yang unik karena satu-satunya lembaga indegenous yaitu
lembaga pendidikan asli dari Indonesia dan tidak dimiliki oleh negara lain.[18]
Pesantren adalah tradisi keilmuan yang memberikan pengajaran agama
kepada siapa saja yang ingin belajar tanpa adanya paksaan. Alasan berdirinya
pesantren adalah untuk mentransmisi Islam yang masih bersifat tradisional yang
dikenal sebagai kitab kuning.[19]
2.
Tradisi keilmuan
Tradisi dari keilmuan merupakan sebagai tradisi kelanjutan dari
tradisi pengajaran al-Qur’an. Tradisi ini terlihat dari seorang guru mewajibkan
untuk menghafal al-Qur’an secara fasih dan lancar kemudian kandungan atau isi
daripada surah yang telah dihapal baru dijelaskan oleh sang guru.[20] Metode
pembelajaran yang umum digunakan dalam kegiatan ini adalah Sorogan dan
Bandongan.
Tradisi keilmuan yang masih bertahan sampai saat ini di pesantren
adalah berkaitan dengan pengajaran kitab kuning yang memuat ilmu syariat,
adab-kesusastraan, bahasa, pengetahuan umum, sejarah, filsafat, dan berbagai
bidang keilmuan ulama klasik.
3.
Surau
Surau dari segi bahasa adalah tempat penyembahan. Sedangkan pada
asalnya, surau adalah bangunan kecil yang telah dibangun oleh manusia untuk
melakukan penyembahan nenek moyang. Setelah masuknya Islam, surau sudah berubah
pengertiannya menjadi masjid kecil yang digunakan untuk beribadah.[21]
Surau pada dasarnya adalah tempat melaksanakan kajian Islam.
Metode yang digunakan dalam lembaga ini adalah ceramah, pembacaan
dan penghafalan, yang lazimnya berpusat pada halaqah.[22]
Penutup
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai
oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang
sangat sederhana, sampai dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern dan
lengkap. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam pertama harus mendapat
ujian berat menghadapi pemerintah kolonial.
Reaksi keras muncul dari sejumlah masyarakat yang tidak setuju
terhadap diskriminasi pendidikan yang dilakukan kolonialisme, sehingga saat itu
pesantren menjadi wadah mobilisasi rakyat untuk melawan penjajahan.
Lembaga pendidikan Islam yang ada di indonesia umumnya terdiri dari
tiga kategori, pesantren, tradisi keilmuan dan surau. Yang sesuai dengan
tingkat dan fungsinya telah membantu menjaga agama Islam tetap bertahan di
negeri ini.
Daftar Pustaka
Aslan. "Dinamika
Pendidikan Islam di Zaman Penjajahan Belanda." Syamil: Jurnal
Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education) 6.1. 2018
Asrahah, Hanun. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:
Logos Wacana Ilmu. 1999.
Azra, Azyumardi Pendidikan Islam;
Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos. 1990
Bruinessen,
Martin Van. Pesantren dan Kitab Kuning; Pemelihara dan Kesinambungan Tradisi
Pesantren. Jurnal ilmu dan Kebudayaan Ulumul Quran, Vol. III, No. 4. 1993
Hasbullah.
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia; Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1999
Hasnida, Sejarah
Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia pada Masa PRA Kolonialisme dan Masa
Kolonialisme (Belanda, Jepang, Sekutu). Kordinat 16.2. 2017
Majid,
Nurcholish. Bilik-Bilik
Pesantren: Sebuah Potret
Perjalanan. Jakarta:
Paramadina. 1997
Maksum. Madrasah: Sejarah dan
Perkembangannya. Jakarta: Logos wacana Ilmu. 1999
Mansur dan Mahfud Junaedi, Rekonstruksi
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama Republik
Indonesia. 2005
Mansur. Peradaban Islam dalam Lintasan
Sejarah. Jogjakarta: Global Pustaka Utama. 2004
Maulida, Ali. "Dinamika dan Peran
Pondok Pesantren dalam Pendidikan Islam Sejak Era Kolonialisme Hingga Masa
Kini." Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam. 5.09. 2017
Nizar, Samsul. Sejarah dan Pergolakan
Pemikiran Pendidikan Islam. Ciputat: Quantum Teaching. 2005
Raya, Moch Khafidz Fuad. "Sejarah
Orientasi Pendidikan Islam di Indonesia (Dari Masa Kolonial Hingga Orde
Baru)." Jurnal Pendidikan Islam 8.2 2018
Saputra, Fedry. "Sejarah
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di indonesia." Al-Hikmah
Jurnal Pendidikan Dan Pendidikan Agama Islam. 3.1 (2021):
Suminto,
Aqib. Politik Islam Hindia Belanda; Het Kantoor voor Inlandsce Zaken. Jakarta:
LP3ES. 1996
Zakaria, Gamal Abdul Nasir. “Pondok Pesantren: Changes and
Its Future,” Journal of Islamic and Arabic Education2, no. 2 (2010)
[1] Dalam sebuah seminar dengan tema Seminar Sejarah
Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara, disimpulkan bahwa
Peureulak adalah daerah pertama masuknya Islam di Nusantara.
[2] Mansur, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Jogjakarta:
Global Pustaka Utama), 2004, 111.
[3] Hasnida, Sejarah
Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia pada Masa PRA Kolonialisme dan Masa
Kolonialisme (Belanda, Jepang, Sekutu). Kordinat 16.2
(2017): 237-256.
[4] Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu), 1999, 144.
[5] Mansur dan Mahfud Junaedi, Rekonstruksi Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama Republik
Indonesia), 2005, 42.
[6] Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran
Pendidikan Islam, (Ciputat: Quantum Teaching), 2005, 292
[7] Moch Khafidz Fuad Raya, "Sejarah
Orientasi Pendidikan Islam di Indonesia (Dari Masa Kolonial Hingga Orde
Baru)." Jurnal Pendidikan Islam 8.2 (2018): 228-242.
[8] Hasnida, Sejarah
Perkembangan Pendidikan Islam di..... 237-256.
[9] Fedry Saputra, "Sejarah
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di indonesia." Al-Hikmah
(Jurnal Pendidikan Dan Pendidikan Agama Islam) 3.1 (2021): 98-108.
[10] Aslan, "Dinamika
Pendidikan Islam di Zaman Penjajahan Belanda." SYAMIL: Jurnal
Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education) 6.1 (2018).
[11] Fedry Saputra,
"Sejarah pertumbuhan dan .... 98-108
[12] Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta:
Logos wacana Ilmu), 1999, 93.
[13] Ali Maulida, "Dinamika dan Peran
Pondok Pesantren dalam Pendidikan Islam Sejak Era Kolonialisme Hingga Masa
Kini." Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam 5.09 (2017):
16.
[14] Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia; Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada), 1999, 138
[15] Ali Maulida, "Dinamika dan Peran
Pondok Pesantren ..... 16.
[16] Aqib Suminto, Politik
Islam Hindia Belanda; Het Kantoor voor Inlandsce Zaken, (Jakarta: LP3ES),
1996, 49-51
[17] Gamal Abdul Nasir Zakaria, “Pondok Pesantren:
Changes and Its Future,” Journal of Islamic and Arabic Education2, no. 2
(2010): 45–52
[18] Nurcholish
Majid, Bilik-Bilik
Pesantren: Sebuah Potret
Perjalanan, (Jakarta:
Paramadina), 1997, 3.
[19] Martin Van
Bruinessen, Pesantren dan Kitab Kuning; Pemelihara dan Kesinambungan Tradisi
Pesantren, (Jurnal ilmu dan Kebudayaan Ulumul Quran, Vol. III, No. 4),
1993, 9.
[20] Aslan, "Dinamika
Pendidikan Islam di Zaman Penjajahan Belanda." SYAMIL: Jurnal
Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education) 6.1 (2018).
[21] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam;
Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos), 1990, 12.
[22] Ibid.
No comments:
Post a Comment