Thursday, August 1, 2024

Peran dan Tantangan Lembaga Pendidikan Islam Pada Masa Kolonial di Indonesia

 Pendahuluan

Berita Islam di Indonesia telah diterima sejak Marcopolo yang notabene orang Venesia, Italia, singgah di kota Perlak (Peureulak)[1] dan memberitahukan sebagian besar penduduknya telah beragama Islam.[2] Sampai saat ini belum ditemukan bukti tertulis tentang kapan tepatnya Islam masuk ke Indonesia, namun banyak teori yang telah memperkirakannya. Dari sekian perkiraan, kebanyakan menetapkan bahwa kontak Indonesia dengan Islam sudah terjadi sejak abad 7 M.

Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan telah berhasil mendapatkan prioritas utama masyarakat muslim Indonesia, disamping karena besarnya arti pendidikan, kepentingan Islami juga mendorong umt Islam untuk melaksanakan pengajaran Islam kendatipun dalam sistem yang masih sangat sederhana, di mana pengajaran diberikan dengan sistem halaqah yang dilakukan di tempat-tempat ibadah semacam masjid, mushalla, bahkan juga di rumah-rumah ulama.[3]

Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong masyarakat Islam di Indonesia untuk mengadopsi dan mentransfer lembaga keagamaan dan sosial yang sudah ada ke dalam lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Di jawa umat Islam mentransfer lembaga keagamaan Hindu-Budha menjadi pesantren, umat Islam Minangkabau mengambil alih surau sebagai peninggalan adat masyarakat setempat menjadi lembaga pengajaran Islam, dan demikian pula masyarakat Aceh dengan mentransfer lembaga masyarakat meunasah sebagai lembaga pendidikan Islam.[4]

Dalam sejarahnya kemudian, pendidikan Islam di Indonesia banyak diimplementasikan dalam bentuk pesantren, pesantren memiliki peranan yang sangat penting. Perkembangan dunia pendidikan Islam saat ini tidak dapat dipisahkan dengan dinamika perkembangan dunia pesantren dari awal sejarahnya hingga era modern saat ini. Di zaman kolonial, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai jasa besar bagi umat Islam.

Dari latar belakang di atas, tulisan ini menyorot sudut peran dan sekaligus pula bagaimana tantangan pendidikan Islam maupun kelembagaannya pada masa penjajahan kolonial yang telah membawa perubahan besar bagi pendidikan yang ada, khususnya di Indonesia.

Kondisi Pendidikan Pada Masa Kolonial

Awal mula bangsa Belanda datang ke Nusantara hanya untuk tujuan berdagang, tetapi karena kekayaan alam Nusantara yang sangat banyak maka tujuan utama tadi berubah menjadi untuk menguasai wilayah Nusantara disertai menanamkan pengaruh di Nusantara sekaligus dengan mengembangkan pahamnya yang terkenal dengan 3G, yaitu Glory (kemenangan dan kekuasaan), Gold (emas atau kekayaan bangsa Indonesia), dan Gospel (upaya salibisasi terhadap umat Islam).[5]

Dalam menyebarkan misi-misinya, Belanda mendirikan sekolah-sekolah kristen. Sekolah sekolah ini pada perkembangannya dibuka secara luas untuk rakyat umum dengan biaya yang murah. Melalui sekolah-sekolah inilah kemudian Belanda menanamkan pengaruhnya di daerah-daerah jajahannya.[6] Pada masa ini, regulasi tentang pembelajaran agama terutama pendidikan Islam diatur secara ketat, misionarisme mereka untuk melancarkan paham sekuler dan agama Kristen ke seluruh penjuru tanah air.[7]

Dengan terbukanya kesempatan yang luas bagi masyarakat umum untuk memasuki sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh Belanda, maka kalangan Islam mendapat tantangan dan saingan yang sangat berat, terutama karena sekolah-sekolah pemerintahan Belanda dilaksanakan secara modern.[8] Orang-orang pribumi yang belajar di sekolah-sekolah Belanda menjadi mengenal sistem kelas, pemakaian meja dan bangku, metode belajar mengajar modern, dan juga ilmu pengetahuan. Selain itu mereka juga mengenal surat kabar atau majalah yang sangat bermanfaat untuk mengikuti perkembangan zaman.[9]

Salah satu bentuk usaha lembaga pendidikan Islam dalam rangka menyaingi sekolah kolonial adalah dengan memasukkan beberapa item sekolah kolonial ke dalam pesantren, seperti pembelajaran model halaqah atau non-klasikal di pesantren[10] yang akhirnya ditambah dengan model unit-unit kelas dengan sarana dan prasarana seperti bangku dan meja ruangan, materi ajar, dan metode pembelajaran.[11] Namun menurut Maksum (1999) ini hanyalah usaha sebagai salah satu cara memantik minat masyarakat untuk tetap belajar di pesantren, karena waktu itu masayarakat sudah mulai terpengaruh cara pandang sekuler pemerintah kolonial mengenai pendidikan Islam.[12]

Kondisi Pendidikan Islam pada Masa Kolonial

Pada masa kolonial Belanda pendidikan Islam disebut juga dengan bumiputera, karena yang memasuki pendidikan Islam seluruhnya adalah orang pribumi. Dan pemerintah kolonial Belanda telah melakukan berbagai cara untuk menekan dan mendiskreditkan pendidikan yang dikelola oleh pribumi, tidak terkecuali dalam hal ini adalah pesantren. Sikap yang demikian dilakukan Belanda tidak semata-mata untuk menghambat jalannya proses pendidikan dalam pesantren, tetapi ada alasan-alasan lain yang tampaknya mendasari mengapa pemerintah Belanda bersikap demikian. Sebab pada zaman penjajah tersebut di kalangan pemerintah Belanda timbul dua alternatif untuk memberikan pendidikan pada bangsa Indonesia, antara membrikan lembaga pendidikan berdasarkan pendidikan tradisional yang dalam hal ini adalah pesantren, atau mendirikan lembaga pendidikan dengan sistem yang berlaku di Barat pada saat itu.[13]

Hanya saja, menurut Selo Sumardjan yang dikutip oleh Hasbullah (1999), kedua sistem pendidikan itu memiliki perbedaan yang cukup mencolok, dan bahkan bisa dikatakan kontradiktif, diantaranya adalah:

a.       Pendidikan yang diselenggarakan oleh Belanda bersifat netral.

b.      Pendidikan pesantren tidak terlalu memikirkan bagaimana cara hidup harmonis di dunia, tetapi menekankan kepada bagaimana memperoleh penghidupan.

c.       Sekolah-sekolah yang dikelola Belanda diselenggarakan berdasarkan perbedaan kelompok etnis dalam masyarakat, dan untuk mempertahankan perbedaan derajat dalam masyarakat Indonesia.

d.      Sebagian besar sekolah Belanda diarahkan pada pembentukan kelompok masyarakat elit yang bisa dipergunakan untuk mempertahankan supremasi politik dan ekonomi Belanda di negeri jajahannya. Dengan demikian sekolah-sekolah ini benar-benar mencerminkan kebijakan pemerintahan Belanda.[14]

Hal ini kemudian menumbuhkan suatu kesadaran mendalam yang tertanam di benak para masyarakat pesantren bahwa pemerintah Belanda merupakan pemerintahan kafir yang menjajah agama dan bangsa. Pesantren yang merupakan pusat pendidikan Islam saat itu mengambil sikap anti Belanda. Sampai uang yang diterima seseorang sebagai gaji dari pemerintah Belanda dinilai sebagai uang haram. Celana dan dasi pun dianggap haram karena dinilai sebagai pakaian identitas Belanda.[15] Sikap konfrontasi kaum santri dengan pemerintah kolonial ini terlihat pula pada letak tempat pesantren pada waktu itu, yang pada umumnya tidak terletak di tengah kota atau desa, tapi di pinggiran atau bahkan di luar keduanya.[16]

Lembaga Pendidikan Islam Indonesia

1.      Pesantren

Dari dahulu hingga kini pesantren tidak lagi asing di telinga kita. Pesantren yang dipimpin oleh seorang kyai dengan jumlah murid tidak menentu tergantung dari pesantren itu sendiri. Untuk melihat seberapa besar minat kepada pesantren tersebut adalah dilihat dari banyaknya jumlah murid yang belajar di pesantren tersebut.

Pesantren di Indonesia merupakan bagian dari sejarah pertumbuhan dan perkembangan masayarakat di Indonesia.[17] Sehingga Nurcholis Madjid (1997) menyebutkan bahwa lembaga pesantren adalah lembaga pendidikan yang unik karena satu-satunya lembaga indegenous yaitu lembaga pendidikan asli dari Indonesia dan tidak dimiliki oleh negara lain.[18]

Pesantren adalah tradisi keilmuan yang memberikan pengajaran agama kepada siapa saja yang ingin belajar tanpa adanya paksaan. Alasan berdirinya pesantren adalah untuk mentransmisi Islam yang masih bersifat tradisional yang dikenal sebagai kitab kuning.[19]

2.      Tradisi keilmuan

Tradisi dari keilmuan merupakan sebagai tradisi kelanjutan dari tradisi pengajaran al-Qur’an. Tradisi ini terlihat dari seorang guru mewajibkan untuk menghafal al-Qur’an secara fasih dan lancar kemudian kandungan atau isi daripada surah yang telah dihapal baru dijelaskan oleh sang guru.[20] Metode pembelajaran yang umum digunakan dalam kegiatan ini adalah Sorogan dan Bandongan.

Tradisi keilmuan yang masih bertahan sampai saat ini di pesantren adalah berkaitan dengan pengajaran kitab kuning yang memuat ilmu syariat, adab-kesusastraan, bahasa, pengetahuan umum, sejarah, filsafat, dan berbagai bidang keilmuan ulama klasik.

3.      Surau

Surau dari segi bahasa adalah tempat penyembahan. Sedangkan pada asalnya, surau adalah bangunan kecil yang telah dibangun oleh manusia untuk melakukan penyembahan nenek moyang. Setelah masuknya Islam, surau sudah berubah pengertiannya menjadi masjid kecil yang digunakan untuk beribadah.[21] Surau pada dasarnya adalah tempat melaksanakan kajian Islam.

Metode yang digunakan dalam lembaga ini adalah ceramah, pembacaan dan penghafalan, yang lazimnya berpusat pada halaqah.[22]

Penutup

Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang sangat sederhana, sampai dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam pertama harus mendapat ujian berat menghadapi pemerintah kolonial.

Reaksi keras muncul dari sejumlah masyarakat yang tidak setuju terhadap diskriminasi pendidikan yang dilakukan kolonialisme, sehingga saat itu pesantren menjadi wadah mobilisasi rakyat untuk melawan penjajahan.

Lembaga pendidikan Islam yang ada di indonesia umumnya terdiri dari tiga kategori, pesantren, tradisi keilmuan dan surau. Yang sesuai dengan tingkat dan fungsinya telah membantu menjaga agama Islam tetap bertahan di negeri ini.


 

Daftar Pustaka

Aslan. "Dinamika Pendidikan Islam di Zaman Penjajahan Belanda." Syamil: Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education) 6.1. 2018

Asrahah, Hanun. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999.

Azra, Azyumardi Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos. 1990

Bruinessen, Martin Van. Pesantren dan Kitab Kuning; Pemelihara dan Kesinambungan Tradisi Pesantren. Jurnal ilmu dan Kebudayaan Ulumul Quran, Vol. III, No. 4. 1993

Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia; Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1999

Hasnida, Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia pada Masa PRA Kolonialisme dan Masa Kolonialisme (Belanda, Jepang, Sekutu). Kordinat 16.2. 2017

Majid, Nurcholish. Bilik-Bilik  Pesantren:  Sebuah  Potret  Perjalanan. Jakarta:  Paramadina. 1997

Maksum. Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Logos wacana Ilmu. 1999

Mansur dan Mahfud Junaedi, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia. 2005

Mansur. Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah. Jogjakarta: Global Pustaka Utama. 2004

Maulida, Ali. "Dinamika dan Peran Pondok Pesantren dalam Pendidikan Islam Sejak Era Kolonialisme Hingga Masa Kini." Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam. 5.09. 2017

Nizar, Samsul. Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam. Ciputat: Quantum Teaching. 2005

Raya, Moch Khafidz Fuad. "Sejarah Orientasi Pendidikan Islam di Indonesia (Dari Masa Kolonial Hingga Orde Baru)." Jurnal Pendidikan Islam 8.2 2018

Saputra, Fedry. "Sejarah pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di indonesia." Al-Hikmah Jurnal Pendidikan Dan Pendidikan Agama Islam. 3.1 (2021):

Suminto, Aqib. Politik Islam Hindia Belanda; Het Kantoor voor Inlandsce Zaken. Jakarta: LP3ES. 1996

Zakaria, Gamal Abdul Nasir. “Pondok Pesantren: Changes and Its Future,” Journal of Islamic and Arabic Education2, no. 2 (2010)



[1] Dalam sebuah seminar dengan tema Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara, disimpulkan bahwa Peureulak adalah daerah pertama masuknya Islam di Nusantara.

[2] Mansur, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Jogjakarta: Global Pustaka Utama), 2004, 111.

[3] Hasnida, Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia pada Masa PRA Kolonialisme dan Masa Kolonialisme (Belanda, Jepang, Sekutu). Kordinat 16.2 (2017): 237-256.

[4] Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu), 1999, 144.

[5] Mansur dan Mahfud Junaedi, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia), 2005, 42.

[6] Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, (Ciputat: Quantum Teaching), 2005, 292

[7] Moch Khafidz Fuad Raya, "Sejarah Orientasi Pendidikan Islam di Indonesia (Dari Masa Kolonial Hingga Orde Baru)." Jurnal Pendidikan Islam 8.2 (2018): 228-242.

[8] Hasnida, Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di..... 237-256.

[9] Fedry Saputra, "Sejarah pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di indonesia." Al-Hikmah (Jurnal Pendidikan Dan Pendidikan Agama Islam) 3.1 (2021): 98-108.

[10] Aslan, "Dinamika Pendidikan Islam di Zaman Penjajahan Belanda." SYAMIL: Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education) 6.1 (2018).

[11] Fedry Saputra, "Sejarah pertumbuhan dan .... 98-108

[12] Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos wacana Ilmu), 1999, 93.

[13] Ali Maulida, "Dinamika dan Peran Pondok Pesantren dalam Pendidikan Islam Sejak Era Kolonialisme Hingga Masa Kini." Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam 5.09 (2017): 16.

[14] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia; Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada), 1999, 138

[15] Ali Maulida, "Dinamika dan Peran Pondok Pesantren ..... 16.

[16] Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda; Het Kantoor voor Inlandsce Zaken, (Jakarta: LP3ES), 1996, 49-51

[17] Gamal Abdul Nasir Zakaria, “Pondok Pesantren: Changes and Its Future,” Journal of Islamic and Arabic Education2, no. 2 (2010): 45–52

[18] Nurcholish  Majid, Bilik-Bilik  Pesantren:  Sebuah  Potret  Perjalanan, (Jakarta:  Paramadina), 1997, 3.

[19] Martin Van Bruinessen, Pesantren dan Kitab Kuning; Pemelihara dan Kesinambungan Tradisi Pesantren, (Jurnal ilmu dan Kebudayaan Ulumul Quran, Vol. III, No. 4), 1993, 9.

[20] Aslan, "Dinamika Pendidikan Islam di Zaman Penjajahan Belanda." SYAMIL: Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education) 6.1 (2018).

[21] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos), 1990, 12.

[22] Ibid.

No comments:

Post a Comment