Pendidikan bukanlah kata yang asing
di telinga masyarakat, awam sekalipun. Karena seiring dengan laju perkembangan
zaman, masyarakat Indonesia semakin tersadarkan tentang pentingnya pendidikan.
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus
dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali, mustahil suatu kelompok
manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi cita-cita untuk maju,
sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka. Di dalam GBHN
tahun 1973 disebutkan bahwa “Pendidikan hakikatnya adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup”.
source image: doingfamilyright.com |
Menurut Undang-undang Republik
Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu : Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa
dan negara.[1]
Tujuan mulia Pendidikan nasional
adalah mencerdaskan bangsa dan mengembangkan masyarakat Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, memiliki keterampilan dan
pengetahuan, kesehatan jasmani dan rohani serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Keluarga merupakan batu pertama
bagi pembinaan setiap masyarakat. Ia adalah langkah pertama untuk membina seseorang.
Karena itulah, manhaj pendidikan moral dalam islam harus dimulai sejak dini
sekali. Pada dasarnya, ia merupakan asas yang dipertimbangkan bagi pembinaan
keluarga yang kokoh dan harmonis. Sesungguhnya pendidikan moral inilah yang
menjamin terwujudnya keluarga islam yang kuat, yang penuh warna rasa cinta dan
menjamin terbentuknya seorang manusia yang sehat tubuh akal dan jiwanya.
Mendidik anak merupakan salah satu
tugas kewajiban orang tua sebagai konsekuensi dari komitmennya untuk membina
rumah tangga melalui pernikahan. Anak yang lahir ke dunia pada hakikatnya
merupakan titipan dari Allah swt. kepada para orang tua untuk dididik dan
disiapkan bagi peranannya di masa yang akan datang. Kondisi dan kualitas
kehidupan seseorang di masa yang akan datang sangat tergantung dari sejauh mana
mereka telah menanamkan investasinya melalui pendidikan bagi anak-anaknya.
Mereka yang akan menikmati kebahagiaan di hari tuanya adalah mereka yang sejak
dini telah memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya melalui pendidikan yang
baik dan bermakna.
Anak merupakan rahmat dari Allah
SWT, kepada orang tuanya yang harus disyukuri, dididik dan dibina agar menjadi
orang yang baik, berkepribadian yang kuat dan berakhlak terpuji, merupakan
keinginan setiap keluarga terutama orang tua dan semua guru.
Usia dini merupakan masa penting,
karena dalam masa ini ada era yang dikenal dengan masa keemasan (golden age).
Masa keemasan hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia.
Pada masa ini merupakan masa kritis bagi perkembangan anak. Jika dalam masa ini
anak kurang mendapat perhatian dalam hal pendidikan, perawatan, pengasuhan dan
layanan kesehatan serta kebutuhan gizinya dikhawatirkan anak tidak dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal.
Sejak lahir seorang anak manusia
memiliki kurang lebih 100 miliyar sel otak. Sel-sel otak yang ini saling
berhubungan dengan sel-sel syaraf. Sel-sel otak ini tidak akan tumbuh dan
berkembang dengan pesat tanpa adanya stimulasi dan didayagunakan (Gutama,dkk.,
2005:3). Di sinilah perlunya pendidikan sejak usia dini. Pentingnya pendidikan
anak sejak usia dini juga didasarkan pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah
salah satu upaya pembinaan yang ditujuak untuk anak sejak lahir sampai dengan 6
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar nak memiliki kesiapan
dalam memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut (Pasal 1 butir 14).[2]
Berdasarkan hal-hal tersebut maka jelaslah bahwa pendidikan sejak usia dini
sangatlah penting. \\
Keluarga adalah inti masyarakat.
Selain disebut sebagai masyarakat primer, juga bisa disebut sebagai pusat
pendidikan pertama. Sebagai masyarakat, keluarga terdiri atas orang tua beserta
anak-anaknya, yang kesemuanya dijalin oleh hubungan rasa cinta alami, yang
karenanya cukup mendalam. Di sini anak mulai mengenali kehidupan dan
pendidikannya. Keadaan anak sebelum lahir ditentukan oleh faktor keturunan,
baik jasmani maupun rohani.
Orang tua dan para pendidik
hendaknya benar-benar menyadari bahwa sesungguhnya anak sedang berada dalam
proses perkembangan yang berkesinam-bungan menuju keadaan dewasa dan matang.
Dalam proses perkembangannya anak dihadapkan dengan sejumlah tugas-tugas
perkembangan yang harus dipenuhinya agar mencapai tahap kematangan yang
sebaik-baiknya. Pendidikan pada hakikatnya merupakan bentuk upaya membantu
proses perkembangan ini. Orang tua perlu menjalin hubungan dengan anak-anak agar
dapat menuntun dan mengajari mereka. Terlalu banyak pengaruh luar yang bersaing
untuk menguasai anak-anak sekarang, sehingga orang tua tidak boleh berasumsi
bahwa hanya karena mereka orang tua, maka mereka harus dan akan ditaati.[3]
Dalam Islam, pendidik yang pertama
dan utama bagi seorang anak adalah orang tua, yang bertanggung jawab terhadap
anak dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi
afektif, potensi kognitif, dan potensi psikomotorik. Sebagaimana diterangkan
dalam sebuah hadits Nabi yang berbunyi sebagai berikut:
ما من مولود إلا يُولد على الفطرة
فأبواه يهوّدانه او ينصّرانه او يمجّسانه. (رواه مسلم)
“Tidak seorang
anak dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah
yang menjadikannya Yahudi atau Nashrani atau Majusi” (HR. Muslim).[4]
Keluarga juga merupakan satuan
terkecil dari kehidupan bermasyarakat, yang merupakan suatu organisasi
bio-psiko-sosial jiwa, raga dan sosial, dimana para anggota keluarganya hidup
dalam aturan-aturan tertentu yang kekhasannya ditandai dari kepribadian
masing-masing individu terutama figur ayah atau suami dan ibu atau istri (orang
tua). Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah
yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai
budaya, nilai moral dan keterampilan.[5]
Peran orang tua dalam mendidik anak
adalah karena orang tua merupakan tempat pendidikan yang memiliki pengaruh
signifikan bagi perkembangan dan kedewasaan seorang anak. Jika kita amati
peranan seorang ayah dalam fungsi dan tanggung jawab pendidikan dalam keluarga
adalah; sumber kekuasaan dalam keluarga, penghubung intern keluarga dengan
masyarakat atau dunia luar, hakim atau yang mengadili jika terjadi
perselisihan, dan pendidik dalam segi-segi rasional.[6]
Pada hakikatnya, seorang ibu yang sebenarnya
memegang peranan penting dan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap
pendidikan anak-anaknya, karena ibulah yang paling lama bergaul dengan anak-anak
selama sehari-semalam. Ibu yang memberi makan, minum, memelihara dan lain
sebagainya, itulah sebabnya anak terkadang lebih cinta kepada ibunya daripada
keluarga lainnya. Adapun gambaran seorang ibu sesuai dengan fungsi dan tanggung
jawab dalam pendidikan anak adalah sebagai sumber dan pemberi kasih sayang,
pengasuh dan pemeliharaan, tempat mencurahkan isi hati, pembimbing hubungan
pribadi, dan pendidik dalam segi-segi emosional.[7]
Pendidikan bukanlah semata-mata
menjadi tanggung jawab sekolah akan tetapi juga tanggung jawab keluarga,
masyarakat dan pemerintah. Orang tua mempunyai peranan utama dan pertama dalam
upaya meningkatkan prestasi belajar anak, karena kehidupan anak sehari-harinya
tidak lepas dan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan orang tuanya. Disamping
itu, orang tua memiliki tanggung jawab dalam mendukung kesuksesan kegiatan anak
selama mengikuti proses pendidikan.[8]
Mendidik anak tidak bisa dikatakan
mudah, bahkan sebagai orang tua –yang melahirkan anak—tidak selamanya bisa dan
terus diikuti anak. Orang tua harus benar-benar bisa memposisikan dan
menfungsikan diri sebagai orang tua dan pemimpin yang baik. Sesuai dengan sabda
Nabi yang berbunyi:
كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته. (الحديث)
Artinya: “setiap diri kalian
adalah pemimpin, dan setiap (kepemimpinan) kalian akan dimintakan
pertanggungjawaban.” (al-Hadits)
Ayah memimpin dalam keluarga
sebagai kepala keluarga, ibu memimpin rumah dan seisinya sebagai ibu rumah
tangga, dan keduanya memimpin anak sebagai orang tua seutuhnya. Kuncinya adalah
orang tua harus sedikit memberi kuliah dan lebih banyak mendengar; sedikit
mendikte dan lebih banyak menunjukkan; sedikit mengarahkan dan lebih banyak
bertanya; dan, membangun akhlak dari dalam dan bukan menuntunnya.[9]
Sedangkan seorang anak akan menjadi
baik ataukah justru menjadi beban dalam masyarakat, sebagian besar merupakan
refleksi dari pendidikan yang didapatkannya dalam keluarga. Orang tua dalam
keluarga apabila dapat berperan semaksimal mungkin maka akan dapat melahirkan
generasi penerus yang lebih dari pada generasi kita pada saat ini.
Orang tua yang memimpin
anak-anaknya tidak bisa berpikir bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam
kehidupan anak justru semuanya baik-baik saja. Mendikte anak apa yang harus
dilakukan pada situasi tertentu dan meminta anak mengikuti arahan tersebut,
tidak sama dengan mengajarkannya menghadapi permasalahan ketika tidak ada orang
tua yang mendampingi dan ada tekanan teman dan atau pengaruh lain.[10]
Terdapat beberapa faktor yang bisa
mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa. Dalyono menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa belajar adalah faktor
internal yaitu faktor yang berasal dari dalam peserta didik yang belajar,
seperti kesehatan, intelegensi dan bakat, minat, motivasi, dan cara belajar;
dan faktor eksternal yang berasal dari luar dirinya, misalkan keluarga,
sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar.[11]
[1] Tim Redaksi
Fokus Media. Standar Nasional Pendidikan. (Bandung : Fokus Media). 2005,
hal. 95
[2] Dispendiknas. Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Jurnal hal. 3
[3] Maurice J.
Elias, dkk. Emotionally Intelligent Parenting. Terj. M. Jauharul Fuad. (Bandung
: Kaifa. 2000), hal. 86
[4] Imam Muslim. Shahih
Muslim, Juz II (Surabaya : Syarikat ‘Alawi) tt., hal. 458
[5] Hasbullah. Dasar-dasar
Ilmu Pendidikan. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada) 2006, hal. 89
[6] Ibid. 87
[7] Djumransyah
dan Abdul Malik Karim Amrullah. Pendidikan Islam. (Malang : UIN Malang
Press) 2007, hal. 85
[8] Muwahid
Shulhan dan Soim. Manajemen Pendidikan Islam. (Yogyakarta : Teras) 2013,
hal 82
[9] Elias, dkk. Emotionally
.., hal. 86
[10] Ibid. 87
[11] Ach. Zubaidi
Sholeh. Pengaruh Pembinaan Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa. Skripsi
STAI Al-Khairat. 2012, hal 5
No comments:
Post a Comment