Saturday, December 16, 2017

Cukup Menikmati

Mesti berapa jauh lagi jarak memisahkan kita, sedang disaat yang sama kita saling bersandar. Aku tak mampu berbalik untuk melihatmu, karena jika ia maka yang aku temui adalah kosong, begitu pun kamu, bukan?



Aku pernah bertanya pada kumbang yang terbang ditaman bunga, ia menggerutu karena bunga tiba-tiba layu, sedang aku tahu musim ini adalah musim kembang, kenapa kau mengatakan para bunga sedang layu padahal yang kulihat mereka begitu cerah? "Ya, yang kau lihat hanya bagian kelopak bunga dengan warna yang terang bercahaya, tapi engkau tidak pernah tahu jika benang sari telah menghilang sebelum aku datang." Begitu katanya.



Aku juga pernah sesekali menyapa kepompong sebelum ia pasrah menjadi kupu-kupu. Menyepi, menghimpit diri untuk dapatkan pujian dalam sekejap dan akhirnya lenyap tak berbekas. Mengapa kau memaksakan diri untuk menjadi kupu-kupu, apakah itu tujuan hidupmu? Tidak. Apakah kau berharap mereka dapat segera memujimu? Tidak. Lantas untuk apa kau melakukan semua ini, sendiri. Takdir. Aku memang jenuh jika terus dimaki, yang katanya terlalu menyakiti orang lain padahal aku cuma membela diri. Dan yang lebih aku sadari adalah bahwa aku menjemput kematian tidak dengan caci melainkan kebanggaan.



Disana aku melihat bayangmu dan bayanganku menyatu, dalam setiap pertanyaan yang membingungkan. Dan biarkan mereka berpelukan meski kita hanya mampu bersandar pada punggung masing-masing.



Ingat! Jangan menoleh hanya karena rasa penasaran. Cukup nikmati sampai kita lelah untuk menanti.




rabu, 11 mei 2016

No comments:

Post a Comment