Mesti berapa jauh lagi jarak
memisahkan kita, sedang disaat yang sama kita saling bersandar. Aku tak mampu
berbalik untuk melihatmu, karena jika ia maka yang aku temui adalah kosong,
begitu pun kamu, bukan?
Aku pernah bertanya pada kumbang
yang terbang ditaman bunga, ia menggerutu karena bunga tiba-tiba layu, sedang
aku tahu musim ini adalah musim kembang, kenapa kau mengatakan para bunga
sedang layu padahal yang kulihat mereka begitu cerah? "Ya, yang kau
lihat hanya bagian kelopak bunga dengan warna yang terang bercahaya, tapi
engkau tidak pernah tahu jika benang sari telah menghilang sebelum aku datang."
Begitu katanya.
Aku juga pernah sesekali menyapa
kepompong sebelum ia pasrah menjadi kupu-kupu. Menyepi, menghimpit diri untuk
dapatkan pujian dalam sekejap dan akhirnya lenyap tak berbekas. Mengapa kau
memaksakan diri untuk menjadi kupu-kupu, apakah itu tujuan hidupmu? Tidak.
Apakah kau berharap mereka dapat segera memujimu? Tidak. Lantas untuk apa kau
melakukan semua ini, sendiri. Takdir. Aku memang jenuh jika terus dimaki, yang
katanya terlalu menyakiti orang lain padahal aku cuma membela diri. Dan yang
lebih aku sadari adalah bahwa aku menjemput kematian tidak dengan caci
melainkan kebanggaan.
Disana aku melihat bayangmu dan
bayanganku menyatu, dalam setiap pertanyaan yang membingungkan. Dan biarkan
mereka berpelukan meski kita hanya mampu bersandar pada punggung masing-masing.
Ingat! Jangan menoleh hanya
karena rasa penasaran. Cukup nikmati sampai kita lelah untuk menanti.
rabu, 11 mei 2016
No comments:
Post a Comment