Saturday, December 16, 2017

Mabuk, Muntah, Menyebalkan!

Mungkin bukan hal buruk, namun aku rasa bukan pula hal baik jika terus terulang.

Aku masih ingat bagaimana pertama kali aku mengalaminya. Saat itu, kami baru saja pulang dari rumah nenek, selepas dua hari berada disana dalam rangka lebaran. Kebetulan aku bersama adikku, Khotib, bersama mama ikut angkutan umum. Sedangkan bapak bersama adik Amin dan mbak Bibi naik motor. Bukan tanpa alasan kenapa kami tidak satu motor atau sekalian naik angkutan umum bersamaan, bapakku termasuk orang yang suka pusing kalau naik mobil, sedangkan motor yang ada saat itu tidak mampu jika harus membawa 6 orang sekaligus. Dan solusinya ya terpaksa kami harus memecah. Bapak bawa dua orang dan mama juga bersama dua orang.

Tidak ada yang aneh pada hari itu, aku sudah terbiasa naik mobil angkutan umum dengan berbagai macam jenis, keadaan dan kondisi yang sulit. Dari yang berjenis bak terbuka, carry, L300, bahkan truk. Panas, hujan sudah tidak asing lagi. apalagi pernah kami juga ikut mobil sejenis carry bersama dua sepeda motor didalamnya. Truk dengan mengangkut mobil juga. Dan kalau masalah bau yang ada didalam mobil, ya jangan ditanya lagi, maklum, kendaraan yang ada memang untuk antar jemput dari satu pasar ke pasar lainnya, kebayangkan bagaimana keadaan orang beserta bawaannya.

Kami memberhentikan angkutan berjenis pick-up di Juwer dengan arah Pasar Karang Penang, kemudian dari Pasar Karang Penang kami berganti angkutan carry, aku masih ingat berwarna hijau dengan sekitaran 12 orang penumpang ditambah sopir dan keneknya, aku duduk di kursi tengah dibagian tengah disampin kananku ada adik Khotib dan disampingnya lagi didekat jendela ada mama, sedangkan disamping kiriku yang merupakan kenek yang duduk pada bangku kecil dari kayu. Aku menghadap kearah depan. Sedangkan didepanku ada dua orang perempuan penjual ikan dengan barang bawaannya, dan satu lagi seorang laki-laki tanggung dekat pintu sambil memegang potongan kaki sapi utuh menggelantung. Mereka duduk dikursi panjang yang terbuat dari kayu, kami mengenalnya sebagai kursi maling, bukan karena yang biasa duduk disana adalah maling, tapi karena memang kursi ini adalah illegal dan melanggar aturan hukum, ya jika bertemu pihak berwajib sih! Dari sini kami menuju ke Pasar Palengaan.

Awalnya tak ada yang aneh, semua ini sudah menjadi hal yang biasa dalam setiap perjalanan kami.
Namun lama kelamaan aku merasa seperti ada hal berat dikepalaku, bau dari bak pembawa ikan tepat dedepanku, lain lagi dengan bau keringat penumpangnya yang cuma kami bertiga yang berpakaian rapi sedang yang lain baru saja bergelut dari dalam pasar, begitu juga angin dari arah pintu dengan bau daging ditambah pula cuaca panas dari jalan sudah berhasil membuat kepalaku semakin berat dan pusing.

"Ma! Kok aku tiba-tiba kayak mau muntah?" aku ngasih tau mama yang saat itu sambil memeluk khotib yang sedang mengantuk.

"masa'? biasanya kamu nggak pernah mabuk darat?" sepertinya mama juga heran denganku.

Alhasil selama perjalanan itu aku berusaha keras menahan perutku agar tidak benar-benar muntah. Hingga akhirnya kami sampai di pemberhentian Pasar Palengaan. Aku menjadi lega karena dengan ini aku bisa terlepas dari pusing, pikirku. Namun ternyata tidak. Meski kami akhirnya berganti angkutan L300 bahkan disini lebih tenang karena hanya ada sekitar lima orang ditambah sopir dan sepertinya ia tidak mebawa kenek, rasa mual dalam perutku masih terasa, bahkan meski akhirnya aku sudah sampai ditujuan akhir dan turun.

Aku merasa sudah tidak kuat lagi.

"Uweekkkk……!!!!" tumpahlah semua yang ada didalam perutku. Sekitar tiga kali aku muntah hingga aku merasa sudah tidak ada lagi yang tersisa. Mama hanya merasa heran dengan membantu memijat belakang leherku. Sedangkan khotib hanya tertawa mengetahui kakaknya seperti ini.

Dari sinilah akhirnya 'penyakit' ini bermula. Sudah tidak ada lagi keakraban yang bisa aku dapatkan dari mobil. Jika dulu aku bisa sering kejar-kejaran bersama teman-temanku untuk dapat naik keatas bak mobil dijalanan pelosok kampungku sekarang aku mesti mikir banyak dulu untuk sekedar mendekatinya. Kecuali jika dalam keadaan kepepet dan mau tidak mau harus naik, maka dengan terpaksa lah!

Dan setelah akhirnya aku sampai di Negara ini, aku pikir aku telah berhasil menghilangkannya mengingat saat dari pemberangkatan dahulu sampai pertama kali aku menginjakkan kaki disini, selama hampir dua harian aku keluar masuk mobil tapi tidak merasakan apa-apa. Ternyata makin kesini makin parah. Boro-boro masuk, sudah tau bakal ikut pun sudah mulai nguap dan pusing duluan. Huft… mengapa dunia ini begitu kejam! Dan mengapa bau mobil-mobil disini semuanya selalu sukses membuatku puyeng enggak kepalang?


 Ada yang lebih aku takutkan, aku takut ini semakin menjadi yang sampai membawaku pada jenjang trauma, amit-amit yah! Mungkin aku tidak bisa berharap dapat sembuh dalam waktu singkat. Namun setidaknya aku berharap aku akan kuat hingga akhirnya aku pulang nanti. Perjalanan semakin panjang

 selasa, 10 mei 2016

No comments:

Post a Comment